RUKUN IMAN DAN RUKUN ISLAM
RUKUN IMAN
DAN RUKUN ISLAM
( أصول الإيمان الستة وأعظم أمور الإسلا)
By: Syahamah
A.PENGANTAR
Di
dalam al Quran, Allah ta’ala menegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah sukses mencetak generasi Muslim
ideal; yaitu para sahabatnya meskipun mereka ummi. Allah berfirman :
)هو الذي بعث في الأميين رسولا منهم يتلو عليهم ءاياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب
والحكمة... (
Maknanya: “Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka kitab dan hikmah...” (Q.S.
al Jumu’ah : 2)
Meski Allah menyifati mereka bahwa mereka ummi , yakni tidak bisa menulis dan
membaca tulisan, namun mereka tetap mempelajari dengan tekun kitab dan hikmah dari Rasulullah sehingga
mereka berhasil menjadi generasi terbaik di antara generasi-generasi ummat
Muhammad. Mereka lebih utama dan mulia dari generasi-generasi yang datang
setelah mereka hingga hari kiamat. Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda
:
"خيـر القرون قرني ثم الذين
يلونهم ثم الذين يلونهم" رواه
الترمذي
Maknanya: “Sebaik-baik
generasi adalah yang hidup di abadku, kemudian generasi sesudahnya kemudian
generasi sesudahnya” (H.R. at-Turmudzi)
Dalam
menjelaskan bangunan ajaran Islam, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam menegaskan :
"إن الله فرض فرائض فلا
تضيعوها، وحد حدودا فلا تعتدوها، وحرم أشياء فلا تنتهكوها ..." رواه الترمذي
Maknanya: “Sesungguhnya
Allah mewajibkan beberapa hal maka jangan kalian lalaikan, Allah membuat
batasan-batasan maka jangan diterjang dan Allah mengharamkan beberapa hal maka
jangan dilanggar...” (H.R.
at-Turmudzi)
Ini artinya bahwa urusan agama ini dibangun atas
dua hal : melaksanakan hal-hal yang diwajibkan (ada’ al fara-idl) dan menjauhi hal-hal yang diharamkan (ijtinab al muharramat).[1]
Sabda Rasulullah :
إن الله فرض فرائض فلا تضيعوها
Faraidl ; adalah hal-hal yang diwajibkan. Ini mencakup al Fardl al ‘Amali yang
berkaitan dengan tubuh dan anggota badan. Juga al Fardl al I’tiqadi yang berkaitan dengan keyakinan di hati, yaitu
mengetahui hal-hal terkait dengan ma’rifatullah
(mengenal Allah), Ma’rifaturrasul (mengenal Rasulullah),
tentang Ma’ad (akhirat dan tempat
kembali manusia), Hasyr, pahala dan
siksa di akhirat, sorga dan neraka, juga hal-hal yang berkait dengan perbuatan
hati seperti berniat ikhlas hanya karena Allah agar selamat dari riya’, ‘ujub, hasad dan berburuk sangka
terhadap sesama hamba Allah. Al Fardl al
‘Amali ; adalah yang terkait dengan perbuatan badan dan anggota tubuh
seperti shalat lima waktu, puasa Ramadlan, zakat, haji dan semacamnya.
Sedangkan
bagian kedua, yaitu hal-hal yang diharamkan oleh Allah, hukum mengetahuinya
adalah wajib atas setiap mukallaf. Karena jika seseorang tidak mempelajari
hal-hal yang diharamkan atas anggota badannya (lidah, mata, telinga, tangan,
kaki, kemaluan, perut dan badan) maka dia tidak akan bisa menjamin dirinya
terbebas dan tidak terjatuh dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Selain dua bagian ajaran agama
tersebut, seperti tentang fadlilah (keutamaan
dan pahala) amal shaleh serta ibadah-ibadah dan hal-hal yang disunnahkan, hukum mengetahui hal-hal
semacam ini tidaklah wajib atas setiap mukallaf. Hukumnya adalah fardlu kifayah ; jika sudah dipelajari
oleh sebagian orang-orang mukallaf maka tidak berdosa sebagian lain yang tidak
mempelajarinya. Amalan-amalan sunnah seperti shalat sunnah rawatib (Qabliyyah dan Ba’diyyah) orang yang melaksanakannya
akan memperoleh pahala yang besar tetapi yang meninggalkannya tidak akan
disiksa kelak di akhirat.
Cara
untuk berpegangan dengan kaedah tersebut, yakni melaksanakan hal-hal yang
diwajibkan (ada’ al fara-idl) dan menjauhi hal-hal yang diharamkan (ijtinab al muharramat) yang merupakan
urusan terpenting dalam agama ini tiada lain adalah dengan belajar ilmu agama (ilmu syar’i) kepada para ahli ilmu yang
terpercaya.
Ilmu Agama, Pembagian dan Hukum Mempelajarinya
Ilmu
agama adalah ruh Islam. Hidup dan berkembangnya Islam ditentukan oleh seberapa
besar pemeluknya belajar dan memahami Islam. Karena itu posisi ulama menjadi
sangat penting, ia merupakan pewaris tugas para nabi. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah
menjelaskan bahwa ilmu akan hilang seiring dengan matinya para ulama.
Mengingat
begitu urgennya ilmu agama, sehingga Islam mewajibkan kepada setiap pemeluknya
untuk mempelajarinya. Kewajiban ini berlaku untuk semua orang Islam, apakah ia
laki-laki, perempuan, tua, muda, rakyat jelata, pejabat, petani, pedagang,
pengusaha, semuanya tak terkecuali asal dia masuk dalam kategori mukallaf (baligh, berakal dan telah
sampai kepadanya dakwah Islam). Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam bersabda:
"طلب العلم فريضة
على كل مسلم" رواه البيهقي
Maknanya: “Mencari
(mempelajari) ilmu agama yang pokok adalah wajib bagi setiap muslim (baik
laki-laki dan perempuan)”. (H.R. al Bayhaqi)
Secara
garis besar ilmu agama terbagi menjadi dua bagian, pertama, ilmu agama yang pokok (adl-Dlaruri).
Hukum mempelajarinya adalah fardlu ‘ain
seperti pokok-pokok ilmu aqidah dan pokok-pokok ilmu ibadah. Kedua, ilmu agama yang apabila sudah
dipelajari oleh sebagian mukallaf
maka sebagian yang lain gugur kewajibannya, hukum mempelajarinya adalah fardlu kifayah seperti ilmu faraidl (waris), ilmu qira’at, menghafal al-Qur’an (kecuali
surat al Fatihah karena hukum mempelajari bacaan al Fatihah adalah wajib, hal
tersebut dikarenakan al Fatihah adalah salah satu rukun dalam shalat).
Kemudian
bagian ilmu agama yang pokok (‘ilmu
ad-din al-dlaruri) terbagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf siapapun dia, kaya atau miskin, tua atau muda, tanpa
kecuali, misalnya pokok-pokok ilmu aqidah, pokok-pokok ilmu ibadah (seperti
bersuci, shalat dan puasa), mengetahui hal-hal yang wajib dan yang dilarang
bagi lidah, telinga, hati dan anggota badan lainnya serta cara bertaubat dari
dosa. Kedua, ilmu agama yang wajib
diketahui ketika ada sebabnya, contohnya mengetahui tata cara zakat bagi yang
sudah berkewajiban untuk mengeluarkannya, tata cara haji bagi yang mampu
melaksanakannya, tata cara jual beli bagi yang akan melakukannya, tata cara
nikah bagi yang akan melaksanakannya dan lain-lain.
B. PEMBAHASAN
I. Ushul al Iman
as-Sittah
Termasuk al Fardl al I’tiqadi; kewajiban yang berkaitan dengan keyakinan di dalam hati adalah mengetahui dan mempelajari Rukun Iman atau Ushul al Iman. Ushul al-Iman as-Sittah (dasar-dasar Iman yang enam) adalah salah
satu dari dasar-dasar keyakinan dalam Islam. Yaitu yang disebutkan oleh
Rasulullah dalam hadits Jibril :[2]
ُ" أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتؤمن بالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّه " ِ. ( رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Maknanya: "Iman adalah beriman
kepada Allah, para Malaikat, kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, qadar (ketentuan
Allah) yang baik dan buruk".
(H.R. Muslim)
Ushul al-Iman as-Sittah tersebut secara
ringkas sebagai berikut:
1. Iman kepada Allah, yaitu meyakini bahwa Allah ada, tidak ada
permulaan bagi ada-Nya. Allah tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya,
Allah ta'ala berfirman:
)
ليس كمثله شىء ( (سورة الشورى: 11)
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik
dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang
menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Allah memiliki al Matsal al A’la yakni sifat-sifat yang
tidak menyerupai sifat-sifat makhluk-Nya seperti dijelaskan al Qur’an dalam
surat al Ikhlas. Serta meyakini bahwa satu-satunya yang berhak disembah
hanyalah Allah, Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam bersabda:
"حق
الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا" (رواه الشيخان)
Maknanya: “Hak Allah atas para hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun” (H.R. al Bukhari dan Muslim)
2. Iman kepada malaikat Allah.
Wajib beriman dengan adanya para malaikat, mareka adalah hamba-hamba Allah yang
mulia, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Mereka tidak makan, minum, tidur
dan nikah. Mereka tidak bermaksiat kepada Allah dan selalu menjalankan apa yang
Ia perintahkan. Allah ta'ala berfirman:
) لايعصون الله
ماأمرهم ويفعلون ما يؤمرون ( (سورة التحريم:6)
Maknanya: "Mereka
(para malaikat) tidak pernah membangkang terhadap apa yang diperintahkan Allah
dan mereka senantiasa melakukan apa yang diperintahkan" (Q.S. at
Tahrim:6)
3. Iman kepada kitab-kitab Allah, yaitu mengimani bahwa Allah
menurunkan kitab-kitab yang banyak jumlahnya, di antaranya empat yang terkenal;
Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.
4. Iman kepada rasul-rasul Allah.
Wajib beriman dengan adanya utusan-utusan Allah, yaitu para nabi, baik nabi
yang sekaligus menyandang predikat rasul maupun tidak. Nabi ialah manusia yang
diberi wahyu oleh Allah, ia tidak datang membawa syari’at baru tapi diperintah
untuk mengikut syari’at rasul sebelumnya. Sedangkan rasul adalah manusia yang
diberi wahyu oleh Allah dengan membawa syari’at baru. Keduanya baik nabi maupun
rasul diperintah untuk tabligh (menyampaikan
apa yang diwahyukan oleh Allah). Nabi dan rasul pertama adalah Adam dan yang
terakhir adalah Muhamad ‘alaihimussalam. Mereka semuanya adalah
makhluk pilihan, sebagaimana firman Allah:
) وكلا فضلنا على
العالمين ( (سورة الأنعام:86)
Maknanya: "Dan setiap dari mereka (para nabi) Aku berikan kemulyaan di atas
seluruh alam" (Q.S. al An'am: 86)
5. Iman kepada hari akhir,
yaitu mengimani bahwa Allah akan mengembalikan hamba-Nya yang sudah mati ke suatu
kehidupan yang kekal, tidak ada kematian setelahnya. Hari kehidupan kembali ini
adalah hari pembalasan atas segala perbuatan masing-masing manusia di dunia.
6. Iman kepada Qadar atau ketentuan Allah, yaitu
meyakini bahwa segala apa yang terjadi, baik atau buruk adalah dengan taqdir
Allah yang azali. Perbuatan baik seorang hamba terjadi dengan taqdir Allah,
kecintaan-Nya (mahabbah) dan
keridlaan-Nya. Sementara perbuatan buruk seorang hamba terjadi dengan taqdir
Allah, tapi Ia tidak mencintai dan tidak meridlainya. Allah ta’ala berfirman:
) إنَّا كُلَّ شَيءٍ
خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ ( (سورة القمر:49)
Maknanya:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran (yang telah Kami
tentukan)”.(Q.S. al Qamar :49)
II. A'zham Umur al
Islam
Termasuk al Fardl al ‘Amali; kewajiban yang berkaitan
dengan tubuh dan anggota badan adalah mengetahui dan mengamalkan rukun Islam
atau A'zham Umur al Islam ; yaitu lima
amalan yang paling esensial dalam Islam. Rasulullah
bersabda :
" الإسلام أن تشهد أن لا إله
إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت
إن استطعت إليه سبيلا"
Maknanya: "Islam
adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, puasa
Ramadlan dan pergi haji jika engkau mampu".
Berikut adalah sebagian keistimewaan lima hal tersebut :
1. Dua Kalimah
Syahadat
Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam bersabda :
" أشـهد عند الله ، لا يـموت عبد يشهد أن لا إله إلا الله
وأني رسول الله صدقا من قلبه ثم يسدد إلا سلك في الجنة ..." رواه أحمد
Maknanya
: "Aku bersaksi kepada Allah, bahwa tidaklah ada seorang hamba yang
bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah
utusan Allah, dengan benar dari lubuk hatinya kemudian taat kepada Allah
kecuali ia akan masuk surga…" (H.R. Ahmad)
2.
Sholat Lima Waktu
Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam bersabda :
" الصلوات الخمس كفارات لـما بينهن ما لـم تغـش الكبائر
"
Maknanya
: "Sholat lima
waktu adalah penghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan antara sholat-sholat
tersebut selama dijauhi dosa-dosa besar"
3. Membayar Zakat
Sahabat Abdullah ibnu Abbas
menyatakan :
" فرض رسول الله صلى
الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين ... "
رواه أبو داود وابن ماجه وصححه الحاكم .
Maknanya
: "Rasulullah mewajibkan Zakat Fitrah sebagai pembersih bagi orang yang
berpuasa dari dosa-dosa di bulan Ramadlan dan makanan bagi orang-orang
miskin" (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah dan disahihkan oleh al Hakim)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al Baihaqi
dengan sanad yang para rawinya tsiqah
(terpercaya) bahwa: "Puasa
menggantung antara langit dan bumi selagi belum dibayar zakat al Fithr".
Ini tidak berarti bahwa bila tidak dibayar zakat al Fithr maka puasa kita sama sekali tidak diterima, melainkan yang
dimaksud adalah bahwa puasa tersebut tidak mendapat pahala dengan derajat yang
tinggi (pahala yang sempurna).
4.
Puasa Ramadlan
Dalam sebuah hadits Qudsi riwayat Abu
Hurairah dinyatakan:
" كل عمل ابن ءادم له ، الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف
إلا الصيام ، فإنه لي وأنا أجزي به إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي ، للصائم
فرحتان فرحة عند فطره وفرحة عند لقاء ربه ، ولخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح
المسك " رواه البخاري ومسلم
Maknanya
: "Setiap amal manusia adalah untuknya, setiap kebaikan dilipatgandakan
sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat kecuali puasa, puasa dilakukan
hanya ikhlas karenaku; manusia meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya
hanya karenaku. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan ; kegembiraan
ketika berbuka dan kegembiraan ketika mendapatkan balasan (pahala) puasanya di
akhirat kelak. Bau mulut orang yang berpuasa sesungguhnya lebih harum menurut
Allah dari bau minyak Misik" (H.R. al Bukhari dan Muslim)
5.
Ibadah Haji
Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam bersabda :
" من حج فلم يرفث
ولم يفسق خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه " رواه البخاري
Maknanya
: "Barang siapa melakukan ibadah haji, lalu tidak melakukan jima'(batal
hajinya karena bersetubuh) atau dosa-dosa besar maka ia akan keluar (bersih)
dari dosa-dosanya seperti saat terlahir dari ibunya" (H.R. al Bukhari)
[1] Barang siapa melalaikan hal ini dan membalik kaedah tersebut maka ia telah
tersesat dan mencelakakan dirinya sendiri. Karenanya hendaklah seorang muslim
menjadikan perhatiannya terhadap dua hal tersebut lebih banyak dan lebih besar
dari pada yang lain. Janganlah seorang muslim menjadikan hal-hal yang sunnah
sederajat dengan hal-hal yang fardlu atau menganggap hal-hal yang diharamkan
sama posisinya dengan hal yang dimakruhkan. Karena ada sebagian orang yang
tidak perduli apakah mereka meninggalkan hal-hal yang diwajibkan atau melakukan
hal-hal yang diharamkan. Perhatian dan jerih payah mereka hanya tercurah untuk melakukan hal-hal yang
tidak termasuk kewajiban dan tidak masuk
dalam kategori menjauhi hal-hal yang diharamkan dan wajib dijauhi. Orang-orang
semacam ini telah menghabiskan umur
dalam ketertipuan, menghabiskan usia mereka dalam kebingungan.
[2] Tidak disebutkannya perkara yang enam di atas secara
bersamaan dalam satu rangkaian ayat al-Qur’an, tidak berarti bahwa sebagian
boleh diimani dan sebagiannya boleh tidak diimani. Karena hadits tentang enam
dasar keimanan di atas adalah hadits masyhur, juga setiap dasar dari enam
perkara tersebut didukung oleh banyak nash al-Qur’an dan hadits yang tak
terhitung jumlahnya, meskipun secara terpisah dalam penyebutannya. Sehingga
para ulama menyatakan bahwa enam perkara tersebut sebagai Ushul al-I’tiqad (dasar-dasar keyakinan) dalam agama Islam yang
bersifat qath’i (pasti) dan perkara
yang ma’lum
min ad-din bi adl-Dlarurah (perkara yang diketahui semua orang Islam dari
seluruh lapisan tanpa terkecuali, baik yang terpelajar maupun yang minim
pengetahuan keagamaannya) yang tidak boleh diingkari. Hukum orang yang
mengingkari salah satunya sama dengan hukum orang yang mendustakan agama yang
mengakibatkan orang tersebut keluar dari Islam.
Komentar
Posting Komentar